Belum Disepakati, Alokasi Kursi Tiap Daerah Pemilihan

Kompas, 08 Agustus 2003

Logo-Kompas-500x337Jakarta, Kompas – Rapat kerja teknis Komisi Pemilihan Umum bersama KPU provinsi dan kabupaten/kota dari 14 provinsi belum bisa mengerucutkan kecenderungan alokasi kursi untuk setiap daerah pemilihan. Karena itu, patokan sementara yang digunakan adalah setiap daerah pemilihan akan mendapatkan alokasi kursi 3-12 kursi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 mengenai Pemilu Legislatif.

Anggota KPU Mulyana W Kusumah di Jakarta, Kamis (7/8), menceritakan, ada beberapa kabupaten/kota yang bertahan untuk ditetapkan sebagai daerah pemilihan tersendiri. Padahal, konsekuensinya, semakin banyak daerah pemilihan akan semakin mempersulit manajerial pemilu.

Namun Mulyana mengakui, beberapa daerah masih menginginkan sebuah wilayah administratif tidak digabungkan dengan wilayah lain, meskipun alokasi kursi wilayah tersebut hanya 3-4 kursi. “Padahal, daerah pemilihan ini tidak identik dengan wilayah administratif,” kata Mulyana.

Salah satu inventarisasi persoalan yang disampaikan peserta rapat kerja teknis adalah masih adanya perbedaan persepsi tentang besaran daerah pemilihan. Salah satu rekomendasi lain juga menyebutkan bahwa kabupaten/kota dan kecamatan yang kuota murninya lebih dari tiga kursi dapat ditetapkan menjadi daerah pemilihan tersendiri atau dapat digabungkan dengan wilayah lain. Mayoritas peserta sepakat bahwa penetapan daerah pemilihan oleh KPU harus dilakukan berdasar risiko terkecil dan mengakomodasikan masukan dari daerah.

Anggota KPU Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Ngatmin, misalnya, mengaku lebih cenderung memilih daerah pemilihan dengan alokasi kursi besar. Kecenderungan itu sudah dikomunikasikan dengan pimpinan parpol yang ada di daerahnya. Ngatmin mengakui, masih terjadi perbedaan persepsi mengenai alokasi kursi setiap daerah pemilihan ini berikut konsekuensinya.

Anggota KPU Sulawesi Selatan, M Darwis, menyebutkan, pihaknya setidaknya telah menyiapkan enam formulasi daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi Sulsel. Jika memang KPU mengisyaratkan cenderung menetapkan alokasi “atas” (dengan jatah kursi setiap daerah pemilihan 8-12 kursi) ataupun sebaliknya, mengedepankan alokasi “bawah” (dengan setiap daerah pemilihan 3-7 kursi), alternatif tersebut telah tersedia.

Dalam draf yang disusun KPU Sulsel, sebanyak 28 kabupaten/kota di Sulsel bisa dibagi menjadi 8-14 daerah pemilihan anggota DPRD provinsi. Praktis hanya Kota Makassar dengan 11 kursi yang peluangnya paling besar untuk bisa menjadi satu daerah pemilihan DPRD provinsi tersendiri.

“Kalau mau cenderung ke atas atau ke bawah, semua harus diperlakukan begitu. Itu akan lebih baik karena pengecualian untuk kabupaten/kota tertentu akan mengundang pertanyaan,” kata Darwis.

Mulyana mengakui, sampai saat ini KPU masih menginventarisasi masukan dari daerah mengenai daerah pemilihan. Patokan alokasi kursi setiap daerah pemilihan tetap saja 3-12 kursi sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang. Mulyana juga mengingatkan, masukan ini masih harus diolah untuk kemudian ditetapkan dalam rapat pleno KPU. Masyarakat juga akan diberi waktu untuk menanggapi keputusan tersebut.

Presiden Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Eropa Pipit R Kartawidjaja secara terpisah kepada Kompas menekankan, penetapan daerah pemilihan bisa menjadi obyek gugatan terhadap KPU. Pipit sepakat, tidak ada konsistensi dalam penetapan daerah pemilihan justru akan memperbesar peluang KPU menuai gugatan.

Pipit juga mengingatkan, jika ingin mengedepankan prinsip proporsionalitas sekaligus memberikan peluang lebih besar parpol kecil untuk “hidup”, kecenderungannya daerah pemilihan ditetapkan dengan alokasi kursi besar. Konsekuensinya, daerah harus siap digabungkan dengan daerah lain.

“Ini yang banyak disalahpahami oleh orang daerah. Kebanyakan mereka masih berpikir dengan kerangka Pemilu 1999, bukan per daerah pemilihan seperti sekarang,” kata Pipit. (dik)


Tags: , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami