Ornop Indonesia dan Timtim Curiga Ada “Deal” Politik di Balik Pembentukan KKP

Kompas, 19 Maret 2005

Logo-KompasJakarta, Kompas – Pembentukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan oleh Pemerintah Indonesia dan Timor Timur, mendapat sorotan keras dari sejumlah organisasi non pemerintah (ornop) dari Timtim dan Indonesia. Kebijakan politik tersebut dinilai tergesa-gesa dan dicurigai karena adanya deal-deal politik antara kedua negara tersebut.

Sorotan tajam ini disampaikan melalui pernyataan bersama Ornop Timtim dan Indonesia kepada pers, Jumat (18/3) di Kantor Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jakarta. Mereka mendesak kedua negara mempertanggungjawabkan pembentukan KKP kepada parlemen dan publik di negara masing-masing.

Ornop Timtim terdiri dari Perkumpulan Hukum, Asasi Manusia dan Keadilan (HAK), Judicial System Monitoring Program, Fokupers, Lao Hamutuk, SAHE, Forum Tau Matan, dan Khadalak Salimutu. Adapun Ornop Indonesia, dari Human Rights Working Group, Kontras, Elsam, PBHI dan Imparsial.

Pernyataan bersama dibacakan Usman Hamid (Kontras), didampingi Amado Hei (Perkumpulan HAK), Choirul Anam (HRWG), Atnike Sigiro (Elsam) dan Alex Flor (Watch Indonesia).

Kepada pers, Amado menegaskan pihaknya menolak pembentukan KKP karena keputusan tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan yang sebenarnya di Timtim. Bahkan, kerangka acuan yang disepakati kedua negara ini inkostitusional karena tidak sesuai dengan kontitusi di negaranya, yang memberi mandat untuk memproses kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Timtim tahun 1999.

“Untuk tahap ini, sebenarnya kami menantikan evaluasi dari PBB dan telah terbentuk Komisi Ahli dari PBB. Kami memandang KKP telah mengabaikan semua proses yang selama ini dilakukan oleh PBB di Timor Leste, yakni Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste yang bulan Juli mendatang akan merampungkan laporannya,”ujar Amado.

Karena itulah kedua ornop ini dalam pernyataan bersama menyesalkan pembentukan KKP, yang dianggap telah mengesampingkan tuntutan keadilan korban dan pelanggaran serius HAM di Timtim. Sebaliknya, mereka menerima kehadiran Commission of Expert (Komisi Ahli) yang dibentuk Sekretaris Jenderal PBB daripada KKP.

“Kami curigai ada deal-deal politik dibalik pembentukan KKP yang tergesa-gesa. Hal ini juga bisa dilihat buruknya materi kerangka acuan KKP,”kata Usman.

Legalkan impunity

Upaya perbaikan terhadap Kerangka Acuan KKP dinilai hanya sekadar perubahan kata, namun artinya tetap sama. Misalnya, kata pada “amnesti” pada butir 14 c yang diubah menjadi pengampunan, kemudian kalimat “rehabilitasi bagi mereka yang dituduh secara sewenang-wenang telah melanggar HAM” diganti dengan “rehabilitasi bagi mereka yang dituduh melanggar HAM, namun tuduhan tersebut salah. “Klausul ini melegalkan impunity bagi pelaku yang telah diadili kedua negara,”tambah Usman.

Pada poin “tujuan” yang tertera dalam kerangka acuan tersebut juga diubah dari kalimat “menetapkan kebenaran konklusif” kini diganti dengan “untuk menetapkan kebenaran akhir.”

Perubahan-perubahan itu menunjukkan KKP dibentuk hanya untuk kepentingan praktis, tanpa ada niat membangun hubungan bilateral yang beradab untuk jangka panjang. Sebaliknya mengampuni para pelanggar HAM.

Rumusan kerangka acuan KKP dinilai tidak sejalan dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda dan Menlu Timtim Ramos Sorta, yang menyatakan kedua negara menjamin tidak adanya impunity dalam KKP. (SON)


Tags: , , , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami