Cerita Suap DM 100 dan Mabuk Bir

Media Indonesia, 29 Nopember 1995

MediaIndonesiaKASUS Dr Sri Bintang Pamungkas tampaknya memiliki subjekivitas yang tinggi. Prediksi itu ramai dipergunjingkan terhadap kasus pidana politik ini. Sebab pertama kali mantan anggota DPR itu diperiksa polisi adalah karena ia terlihat berdiri di lokasi unjuk rasa terhadap Kepala Negara RI dan sejumlah tamu negara dari Indonesia saat berkunjung ke Jerman, April lahun lalu.

Namun, persoalan keterlibatan Bintang dalam demonstrasi itu berakhir begitu saja, tanpa kejelasan. Yang pasti, saat Sri Bintang dihadapkan ke muka meja hijau dalam sidang lanjutan Rabu pekan ini, perkaranya bukan lagi soal unjuk rasa itu, melainkan upaya menghina Presiden dalam suatu ceramah di Berlin.

Forum Keadilan edisi 22 Juni 1995 memuat keterangan seorang pejabat tinggi perihal unjuk rasa di Jerman itu. Salah satu substansinya, ”… Lalu, ketika, saya dapat keterangan dari Konsul Kehormatan Indonesia di Munchen (dia warga negara Jerman). Nah, kepada konsul kita itu, para demonstran mengaku dibayar 100 mark.“ Menurut pejabat tinggi itu, para pengunjuk rasa konon mengakui, „Bukan dapat duit saja, tapi kita juga dapat bir gratis dan masuk teve lagi.“

Pernyataan bahwa para pengunjuk rasa itu adalah orang ‘bayaran’ yang dicekoki bir dan disuap DM 110,- juga dilansir Jakarta Post edisi 17 April 1994 dan Surabaya Post terbitan 15 April 1994. Tulisan tulisan bernada menuduh itu, dirasakan mengganggu oleh Watch Indonesia! e.V – sebuah lembaga swadaya prakarsa mahasiswa dan masyarakat Indonesia serta sejumlah warga Jerman di Berlin.

Lembaga swadaya masyarakat itu berusaha mengumpulkan keterangan, karena merasa „terhina“ dengan tudingan pejabat tinggi Indonesia yang lama berdomisili di Jerman itu. Mereka coba melacak duduk perkara dan asal muasal, terjadinya unjuk rasa terhadap Kepala Negara RI saat kunjungannya ke Jerman itu. Setidaknya diperoleh beberapa fakta, yang berbeda dengan ucapan pejabat tinggi dalam media-media tersebut.

Berikut percakapan Media dengan Pipit Ruchiyat Kartawijaya, 45, fungsionaris Watch Indonesia! e.V Berlin, lewat faksimili, pekan lalu, tentang soal bir dan DM 100 itu, serta seputar kasus Bintang:

Bagaimana anda menilai kasus Sri Bintang?

Kemungkinan terburuk yang kami prediksi selama ini, akhirnya lerjadi juga. Kasus Sri Bintang ternyata jadi juga di „Indonesia“ kan. Sehingga kesediaan 29 warga Jerman untuk memberikan saksi, bahwa Sri Bintang tidak melakukan tindakan penghinaan terhadap Kepala Negara, akhirnya disingkirkan. Sebaliknya, beberapa saksi yang justru diragukan kompetennya malah menjadi saksi yang memberatkan Sri Bintang.

Ketiga saksi yang menurut kami memanipulir keterangan kepada polisi penyidik adalah Achmad Fahrurozzi, Bayu Dirgantara, dan Azhar Rozali. (Menurut terdakwa Sri Bintang ada satu lagi yakni Fazul Maznain).

Bagaimana Anda bisa membuktikan, bahwa kesaksian mereka diragukan?

Untuk membuktikannya, kami akui, membutuhkan proses resmi. Namun pada akhirnya. saya pribadi akan menuntut mereka di Jerman, jika ketiganya kembali memberikan kesaksian bengkok-bengkok persidangan. Kalau tidak, Watch Indonesia! e. V yang akan menuntut. Sebab di Jerman semua warga tanpa kecuali bisa dituntut jika memberikan kesaksian yang merugikan orang lain.

Ny Sri Basuki (salah seorang penanya dalam ceramah Sri Bintang di Berlin) dan beberapa orang kelahiran Indonesia yang telah menjadi warga negara Jerman, saya perkirakan juga akan menuntut mereka.

Sejauh ini, apakah ada kendal untuk menuntut?

Bisa saja ketiga saksi memberatkan Sri Bintang itu hengkang dari Jerman.

Sejauh mana Watch Indonesia e.V tanggap terhadap kasus Sri Bintang?

Para aktivis pro-demokrasi di Jerman, melihat kasus ini bukan hanya dari sisi Sri Bintang an sich. Melainkan terkait dengan aksi unjuk rasa terhadap Kepala Negara di Jerman. Kasus Sri Bintang terkait dengan Jerman. Apapun yang terjadi dengan Sri Bintang atau lainnya, jika diseret ke pengadilan, tetap merupakan tanggung-jawab aktivis pro-demokrasi di Jerman.

Di Indonesia, banyak disebut-sebut, bahwa para pelaku unjuk rasa „dibayar“ DM 100,- per orang dan juga dicekoki bir sebelum berdemo. Apakah itu benar?

Wolgang Schoeller, Konsul Kehormatan RI di Munich, menyertai kunjungan tamu negara dari Indonesia di Jerman. Konsul ini juga menyaksikan saat terjadi unjuk rasa di Dresden dan sempat dialog dengan sejumlah pelaku unjuk rasa.

Ketika ditanya, Schoeller menjelaskan kepada salah seorang pejabat tinggi Indonesia, bahwa pelaku unjuk rasa itu tidak tahu banyak soal Indonesia dan Timor Timur.

Namun, ucapan Schoeller itu jadi berbeda setelah dikutip oleh pejabat tinggi Indonesia seperti tertulis dalam beberapa media. Dalam surat pernyataannya yang dibuat belakangan untuk meralat, Schoeller mengaku „sama sekali tidak mengatakan“ kepada pejabat tinggi itu, bahwa para pelaku unjuk rasa dibayar 100 Mark per orang dan dicekoki bir. Surat pernyataan itu diberikan Schoeller atas permintaan Joerg Eichler, fungsionaris lembaga swadaya Wolfpelz – yang mengorganisir unjuk rasa terhadap kepala negara saat berkunjung ke Dresden, Jerman.

Terjemahan bebas surat bantahan Schoeller sebagai berikut: „Saya sama sekali tidak pernah mengatakan, bahwa para pengunjuk rasa di Dresden telah menerima uang dan bir gratis dari organisatornya.“ (lihat: surat bantahan Schoeller).

Rupanya, sang konsul kehormatan itu sadar, jika ia tidak cepat membantah keterangan pejabat tinggi itu di Indonesia, dia akan diajukan ke pengadilan Jerman.

Lan


Tags: , , , , , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami