Dokumentasi sumber hukum yang relevan tentang Otsus Papua

Konperensi  “Autonomy for Papua – Opportunity or Illusion?”, 04-05  Juni 2003

Selected relevant provisions from the Broad Outlines of State Policy (GBHN) 1999-2004, the Law No. 21/2001 on Special Autonomy for the Province of Papua, the Law No. 45/1999 on the on the Establishment of the Province of Central Irian Jaya, the Province of West Irian Jaya etc. and the Presidential Instruction No. 1/2003 on the Acceleration of the Implementation of Law No. 45/1999

Daftar Isi

I. Relevant Provisions from the MPR Decree No. IV/1999 on the Broad Outlines of State Policy (GBHN) 1999-2004

II. Relevant Provisions from Law No. 21/2001 on Special Autonomy for the Province of Papua
II.1.  Provisions concerning the political system
II.2.  Provisions concerning finances and economy
II.3.  Provisions concerning human rights, social welfare and migration
II.4.  Provisions concerning law enforcement and the judicial system

III. The Question of the Division of Papua
III.1. Relevant Provisions in Law No. 21/2001
III.2.  Exerpts from the Presidential Instruction No. 1/2003 on the Acceleration of the Implementation of Law No. 45/1999 (Inpres 1/2003)
III.3.  Selected Relevant Provisions from Law No. 45/1999 on the Establishment of the Province of Central Irian Jaya, the Province of West Irian Jaya, the Regency Paniai, the Regency Mimika, the Regency Puncak Jaya, and the City Sorong

IV.  Definition of Terms

I. Relevant Provisions from the MPR Decree No. IV/1999 on the Broad Outlines of State Policy (GBHN) 1999-2004

BAB IV
ARAH KEBIJAKAN

G. Pembangunan Daerah
2. Khusus

– Irian Jaya
a. Mempertahankan integrasi bangsa di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Irian Jaya melalui penetapan daerah otonomi khusus yang diatur dengan undang-undang.
b. Menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia di Irian Jaya melalui proses pengadilan yang jujur dan bermartabat   

II. Relevant Provisions from Law No. 21/2001 on Special Autonomy for the Province of Papua

1. Provisions concerning the political system

BAB IV: Kewenangan Daerah

Pasal 4
(1)  Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6) Perjanjian internasional yang dibuat oleh Pemerintah yang hanya terkait dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan Gubernur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Provinsi Papua dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga atau badan di luar negeri yang diatur dengan keputusan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(8) Gubernur berkoordinasi dengan Pemerintah dalam hal kebijakan tata ruang pertahanan di Provinsi Papua

Penjelasan Ayat (8): Koordinasi yang dilakukan oleh Gubernur dengan Pemerintah adalah dalam hal pelaksanaan kebijakan tata ruang pertahanan untuk kepentingan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pelaksanaan operasi militer selain perang di Provinsi Papua sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB V: Bentuk dan Susunan Pemerintahan –
Bagian Kesatu: Umum

Pasal 5
(1)  Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif.

(2)  Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua yang merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
 

Bagian Kedua: Badan Legislatif
Second Part: Legislative Body

Pasal 6
(1)  Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP.

(2)  DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7: (1) DPRP mempunyai tugas dan wewenang:
a. memilih Gubernur dan Wakil Gubernur;
b. …
c. mengusulkan pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada Presiden Republik Indonesia;
d. menyusun dan menetapkan arah kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan program pembangunan daerah serta tolok ukur kinerjanya bersama-sama dengan Gubernur;
e. membahas dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama-sama dengan Gubernur;
f. …
g. menetapkan Perdasus [Peraturan Daerah Provinsi Papua] dan Perdasi [Peraturan Daerah Provinsi];
h. …
i. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
j. melaksanakan pengawasan terhadap:
1) pelaksanaan Perdasus, Perdasi, Keputusan Gubernur dan kebijakan Pemerintah   Daerah lainnya;
2) pelaksanaan pengurusan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi Papua;
3) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4) pelaksanaan kerjasama internasional di Provinsi Papua.
k. …
l. memilih para utusan Provinsi Papua sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 8
(1) DPRP mempunyai hak:
a) meminta pertanggungjawaban Gubernur; …

Pasal 10
(1) DPRP mempunyai kewajiban:
a) mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; …

 

Bagian Ketiga: Badan Eksekutif

Pasal 11
(1)  Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang disebut Gubernur.

Pasal 15
(1) Tugas dan wewenang Gubernur selaku wakil Pemerintah adalah:
…  g.: membina hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta antar-Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; …

Pasal 18
(1) Dalam menjalankan kewajiban selaku Kepala Daerah dan Kepala Pemerintahan Provinsi, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRP.

(3) Sebagai wakil Pemerintah, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

 

Bagian Keempat: Majelis Rakyat Papua

Pasal 19
(1) MRP beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP.

Pasal 20
(1) MRP mempunyai tugas dan wewenang:
a) memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP;
b) memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia utusan daerah Provinsi Papua yang diusulkan oleh DPRP;
c) memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur;
d) memberikan saran, pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana perjanjian kerjasama yang dibuat oleh Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi dengan pihak ketiga yang berlaku di Provinsi Papua khusus yang menyangkut perlindungan hak-hak orang asli Papua;
e) …
f) memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota serta Bupati/Walikota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. 

Pasal 24
(1) Pemilihan anggota MRP dilakukan oleh anggota masyarakat adat, masyarakat agama, dan masyarakat perempuan.

Pasal 25
(1) Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diajukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri untuk memperoleh pengesahan.

(2) Pelantikan anggota MRP dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB VII: Partai Politik

Pasal 28
(1) Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik.
(2) Tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Rekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua.

(4) Partai politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya masing-masing. 

BAB VIII: Peraturan Daerah Khusus, Peraturan Daerah Provinsi, dan Keputusan Gubernur

Pasal 29
(1) Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP.

 2. Provisions concerning finances and economy   

BAB IX: Keuangan

Pasal 34
(3) Dana Perimbangan bagian Provinsi Papua, Kabupaten/Kota dalam rangka Otonomi Khusus dengan perincian sebagai berikut:

a. Bagi hasil pajak:
1) Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen);
2) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen); dan
3) Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen).

b. Bagi hasil sumber daya alam:
1) Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen);
2) Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen);
3) Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen);
4) Pertambangan minyak bumi sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan
5) Pertambangan gas alam sebesar 70% (tujuh puluh persen).

c. Dana Alokasi Umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
1) Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua;

2) Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan; dan

3) Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.

4) Penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun;

5) Mulai tahun ke-26 (dua puluh enam), penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi 50% (lima puluh persen) untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 50% (lima puluh persen) untuk pertambangan gas alam;

6) Penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e berlaku selama 20 (dua puluh) tahun.

7) Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5), dan huruf e antara Provinsi Papua, Kabupaten, Kota atau nama lain diatur secara adil dan berimbang dengan Perdasus, dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang tertinggal.
 

Pasal 35
(1) Provinsi Papua dapat menerima bantuan luar negeri setelah memberitahukannya kepada Pemerintah.

(2) Provinsi Papua dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri dan/atau luar negeri untuk membiayai sebagian anggarannya.

(3) Pinjaman dari sumber dalam negeri untuk Provinsi Papua harus mendapat persetujuan dari DPRP.

(4) Pinjaman dari sumber luar negeri untuk Provinsi Papua harus mendapat pertimbangan dan persetujuan DPRP dan Pemerintah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(5) Total kumulatif pinjaman yang dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) besarnya tidak melebihi persentase tertentu dari jumlah penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. …

Pasal 36
(2) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi.
 

BAB X: Perekonomian

Pasal 38
(1) Perekonomian Provinsi Papua yang merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global, diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan.

(2) Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus.

Pasal 40
(1) Perizinan dan perjanjian kerja sama yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi dengan pihak lain tetap berlaku dan dihormati.

(2) Perizinan dan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan cacat hukum, merugikan hak hidup masyarakat atau bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, wajib ditinjau kembali, dengan tidak mengurangi kewajiban hukum yang dibebankan pada pemegang izin atau perjanjian yang bersangkutan.

Pasal 41
(1) Pemerintah Provinsi Papua dapat melakukan penyertaan modal pada Badan saha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan swasta yang berdomisili dan beroperasi di wilayah Provinsi Papua.

Pasal 42
(1) Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat.

(2) Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat.

(3) Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat.

(4) Pemberian kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian seluas-luasnya.

3. Provisions concerning human rights, social welfare and migration

Pasal 36
(2) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi.
 

BAB XI: Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat

Pasal 43
(1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.

Pasal 44
Pemerintah Provinsi berkewajiban melindungi hak kekayaan intelektual orang asli Papua sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XII: Hak Asasi Manusia
Chapter XII: Human Rights

Pasal 45
(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua.

(2) Untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah membentuk perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46
(1) Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

(2) Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a) melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
b) merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.

Pasal 47
Untuk menegakkan Hak Asasi Manusia kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-laki.

 

BAB XVI: Pendidikan dan Kebudayaan

Pasal 56
(1) Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi Papua.

(2) Pemerintah menetapkan kebijakan umum tentang otonomi perguruan tinggi, kurikulum inti, dan standar mutu pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan sebagai pedoman pelaksanaan bagi pimpinan perguruan tinggi dan Pemerintah Provinsi.

(3) Setiap penduduk Provinsi Papua berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan tingkat sekolah menengah dengan beban masyarakat serendah-rendahnya.

(4) Dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu di Provinsi Papua.

(5) Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat memberikan bantuan dan/atau subsidi kepada penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memerlukan.

Pasal 57
(1) Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua.

(2) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Provinsi memberikan peran sebesar-besarnya kepada masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat yang memenuhi persyaratan. 

 

BAB XVII: Kesehatan

Pasal 59
(1) Pemerintah Provinsi berkewajiban menetapkan standar mutu dan memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk.

(3) Setiap penduduk Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan beban masyarakat serendah-rendahnya.
 

BAB XVIII: Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Pasal 61
(1) Pemerintah Provinsi berkewajiban melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk di Provinsi Papua.

(2) Untuk mempercepat terwujudnya pemberdayaan, peningkatan kualitas dan partisipasi penduduk asli Papua dalam semua sektor pembangunan Pemerintah Provinsi memberlakukan kebijakan kependudukan.

(3) Penempatan penduduk di Provinsi Papua dalam rangka transmigrasi nasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan dengan persetujuan Gubernur.

Pasal 62
(1) Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak serta bebas memilih dan/atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

(2) Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya.

(3) Dalam hal mendapatkan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di bidang peradilan, orang asli Papua berhak memperoleh keutamaan untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua.

 4. Provisions concerning law enforcement and the judicial system

BAB XIII: Kepolisian Daerah Provinsi Papua

Pasal 48

(1) Tugas Kepolisian di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Kebijakan mengenai keamanan di Provinsi Papua dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua kepada Gubernur.

(3) Hal-hal mengenai tugas kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang ketertiban dan ketenteraman masyarakat, termasuk pembiayaan yang diakibatkannya, diatur lebih lanjut dengan Perdasi.

(4) Pelaksanaan tugas kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipertanggungjawabkan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua kepada Gubernur.

(5) Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur Provinsi Papua.

(6) Pemberhentian Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(7) Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua bertanggung jawab kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas pembinaan kepolisian di Provinsi Papua dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 49
(1) Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan kebijakan Gubernur Provinsi Papua.

(2) Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua diberi kurikulum muatan lokal, dan lulusannya diutamakan untuk penugasan di Provinsi Papua.

(3) Pendidikan dan pembinaan perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berasal dari Provinsi Papua dilaksanakan secara nasional oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(4) Penempatan perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia dari luar Provinsi Papua dilaksanakan atas Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum, budaya dan adat istiadat di daerah penugasan.

(5) Dalam hal penempatan baru atau relokasi satuan kepolisian di Provinsi Papua, Pemerintah berkoordinasi dengan Gubernur.

 

BAB XIV: Kekuasaan Peradilan

Pasal 50
(1) Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Di samping kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu.

Pasal 51
(1) Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
(4) Dalam hal salah satu pihak yang bersengketa atau yang berperkara berkeberatan atas putusan yang telah diambil oleh pengadilan adat yang memeriksanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang berkeberatan tersebut berhak meminta kepada pengadilan tingkat pertama di lingkungan badan peradilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili ulang sengketa atau perkara yang bersangkutan.
(5) Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan.

Pasal 52
(1) Tugas Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan Republik Indonesia.

(2) Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.

 

BAB XXI: Pengawasan

Pasal 68
(1) Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah berkewajiban memfasilitasi melalui pemberian pedoman, pelatihan, dan supervisi.

(2) Pemerintah berwenang melakukan pengawasan represif terhadap Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur.

Penjelasan Ayat (2)
Pemerintah Provinsi Papua menyampaikan Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah ditetapkan.

Dalam rangka melakukan pengawasan represif, Pemerintah dapat membatalkan Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau kepentingan umum masyarakat Papua. Keputusan pembatalan tersebut diberitahukan kepada Pemerintah Provinsi disertai dengan alasan-alasannya.

Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan tersebut, Pemerintah Provinsi dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
Apabila Mahkamah Agung membenarkan gugatan tersebut, maka Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur tetap berlaku.

Selama belum ada keputusan Mahkamah Agung terhadap gugatan tersebut, maka Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur tersebut ditangguhkan.
Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya gugatan tersebut oleh Mahkamah Agung tidak diperoleh keputusan, maka Perdasus, Perdasi, dan Keputusan Gubernur tersebut diberlakukan kembali. 

III. The question of the division of Papua

1. Relevant provisions in Law No. 21/2001 

Pasal 74
Semua peraturan perundang-undangan yang ada dinyatakan tetap berlaku di Provinsi Papua sepanjang tidak diatur dalam Undang-undang ini.

Pasal 76
Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

2. Excerpts from the Presidential Instruction No. 1/2003 on the Acceleration of the Implementation of Law No. 45/1999 (Inpres 1/2003)

(In its introductory part, the Inpres 1/2003 refers amongst others to Law No. 21/2001.)
 

Presiden Republik Indonesia …
menginstruksikan:
Kepada :

1. Menteri Dalam Negeri;
2. …
3. Gubernur Propinsi Papua;
4. …

Untuk :

PERTAMA :
Menteri Dalam Negeri melakukan percepatan pelaksanaan Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong, masing-masing dengan tugas sebagai berikut :

Melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Propinsi Irian Jaya Barat dan Propinsi Irian Jaya Tengah.

Mempersiapkan penetapan dan penyesuaian batas-batas wilayah Propinsi Irian Jaya Tentgah, Propinsi Irian Jaya Barat, dan Propinsi Irian Jaya.

Memberikan pembinaan dan pengawasan kepada Propinsi Irian Jaya Barat dan Propinsi Irian Jaya Tengah dalam rangka pembentukan Organisasi Perangkat Daerah.

Memberikan pembinaan dan pengawasan kepada Propinsi Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat dalam rangka pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi;

Mengaktifkan pejabat Gubernur, para pejabat dan penataan aparatur Pemerintah Propinsi Irian Jaya Barat dan Propinsi Irian Jaya Tengah serta mengupayakan dukungan sarana dan prasarana yang memadai;

Melakukan koordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga Non Departemen terkait dan mengadakan pertemuan dengan pejabat Pemerintah Daerah;

Memberikan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. 

KETIGA :
Gubernur memberikan dukungan pelaksanaan Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong masing-masing dengan tugas sebagai berikut:
· Pengalihan personil, pembiayaan, asset dan dokumen.

· Supervisi dan dukungan pada pembentukan dan penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru.


 

3. Selected relevant provisions from Law No. 45/1999 on the Establishment of the the Province of Central Irian Jaya, the Province of West Irian Jaya, the Regency Paniai, the Regency Mimika, the Regency Puncak Jaya, and the City Sorong
 

Pasal 9
(1) Dengan dibentuknya Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Propinsi Irian Jaya dikurangi dengan wilayah Propinsi Irian Jaya Tengah dan wilayah Irian Jaya Barat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.

Pasal 11
Dengan dibentuknya Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, Propinsi Irian Jaya diubah namanya menjadi Propinsi Irian Jaya Timur.

 Pasal 15
(1) Dengan terbentuknya Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, kewenangan Daerah sebagai Daerah Otonom meliputi bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Di samping kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat juga mempunyai kewenagan pemerintahan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten dan Kota.

(3) Kewenangan Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur Irian Jaya Barat dan Gubernur Irian Jaya Tengah selaku wakil Pemerintah. 

 Pasal 18
(1) Untuk memimpin jalannya pemerintahan di Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, dipilih dan disahkan seorang Gubernur dan Wakil Gubernur di Propinsi masing-masing, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 20
(1) Dengan terbentuknya Propinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat […] pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Irian Jaya Tengah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Irian Jaya Barat […] diselenggarakan melalui pemilihan umum lokal selambat-lambatnya satu tahun sejak peresmiannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Irian Jaya Tengah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Irian Jaya Barat […] terdiri atas:
a. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dari partai politik peserta pemilihan umum lokal yang dilaksanakan di Daerah masing-masing; dan
b. anggota ABRI yang diangkat.

(4) Dengan terbentuknya Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Irian Jaya Timur disesuaikan dengan jumlah penduduk Propinsi Irian Jaya Timur setelah dikurangi dengan jumlah penduduk Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat.

Penjelasan Pasal 20 (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan partai politik peserta pemilihan umum lokal adalah partai politik peserta pemilihan umum tahun 1999.

 Pasal 21
(1) Pada saat terbentuknya Propinsi Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, Pejabat Gubernur Irian Jaya Tengah dan Pejabat Gubernur Irian Jaya Barat, untuk pertama kali diangkat oleh Presiden atas usul Menteri Dalam Negeri.

IV. Definition of Terms

From Law 21/2001
 

Pasal 1 (f)
Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut DPRP, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua sebagai badan legislatif Daerah Provinsi Papua;

Pasal 1 (g)
Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut MRP, adalah representasi kultural orang asli Papua …

Pasal 1 (i)
Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus, adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam Undang-undang ini;

Pasal 1 (j)
Peraturan Daerah Provinsi, yang selanjutnya disebut Perdasi, adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
 


Sources:
The original Indonesian version of Law No. 21/2001 and Inpres 1/2003 can be accessed on the Government homepage at http://www.indonesia.go.id, the MPR Decree No. IV/1999 at the homepage of the official Government agency Lembaga Informasi Nasional at http://www.lin.go.id. Law No. 45/1999 can be found online at http://www.papuaweb.org.
 


Tags: , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami