Mahkamah Konstitusi ataukah Mahkamah Kontaminasi

Merdeka.com, 28 Desember 2013

http://www.merdeka.com/khas/mahkamah-konstitusi-ataukah-mahkamah-kontaminasi-kolom-sableng.html

Kolom Sableng

Reporter: Pipit Kartawidjaja

Merdeka.com-logo2Merdeka.com – Gugatan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesian Parliamentary Centre (IPC) atas diskriminatifnya alokasi kursi DPR 2014 digugurkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasan: penentuan besaran daerah pemilihan (dapil) alias jumlah kursi dalam dapil alias district magnitude merupakan urusan teknis pembentukan peraturan perundang-undangan yang diserahkan kepada pembentuk Undang-Undang.

Meski pembuat UU menetapkan alokasi kursi DPR 2014 tanpa menyebut kriteria ngalokasi kursi, tapi MK merestui sablengan pembuat UU. Jika data penduduk Keputusan KPU Maret 2013 dipakai, ujug-ujug sablengannya antara lain sebagai berikut: 1.895.590 penduduk Kepri berwakilkan 3 legislator, sedangkan 32.578.357 penduduk Jateng berwakilkan 77 legislator.

Alias: seorang legislator Kepri itu mewakili 631.863 penduduk, sementara di Jateng hanya 423.096 penduduk. Perbedaannya 208.768 penduduk atau 49 persen atau kursi Kepri mahalan 1,49 kalinya Jateng. Super sableng kalau membandingkan Kepri dengan Papua Barat yang berpopulasikan hanya 1.091.171 jiwa, namun diwakili 3 legislator.

Bahkan buat ukuran Sumatera sendiri, sablengannya ekstra mistis. Sebab 5.617.977 penduduk Sumbar diwakili oleh 14 legislator alias seorang legislator buat 401.284 penduduk. Perbedaan antara Kepri dengan Sumbar itu 230.579 penduduk alias 57 persen. Aceh yang berpopulasikan 5.015.234 jiwa diwakili oleh 13 legislator alias seorang legislator untuk 385.787 penduduk. Perbedaan antara Kepri dengan Aceh itu 246.076 penduduk alias 64 persen. Sablengannya ekstra mistis ini mungkin akibat Kepri alim, gak pernah nyeparatis.

Sebaliknya, buat alokasi kursi DPR AS ke negara-negara bagian (setara provinsi), kriterianya jelas. MK AS misalnya menfatwa penggunaan metoda divisor varian Huntington-Hill. Artinya, MK AS gak menyerahkan urusan teknis kepada pembentuk UU. Agaknya, MK Indonesia lebih gemar ngalab wangsit ketimbang berhitung.

Manggila adalah keharusan persamaan representasi pemilih antar dapil (one person one vote one value) dalam satu provinsi macam di AS. Maka, tidak konstitusional jika terdapat perbedaan representasi pemilih antara satu dapil dengan dapil lainnya dalam satu provinsi lebih dari 0,7 persen tanpa alasan kongkrit. Konstitusional ujar fatwa MK Prancis, jika perbedaan representasi penduduk maksimal 20 persen terhadap representasi rata-rata provinsi. Buat Jerman yang dibagi ke dalam 299 dapil, MK-nya hanya mengijinkan perbedaan representasi penduduk sebesar plus minus 15 persen terhadap representasi rata-rata.

Maka, dalam hal ini, dapil Jabar jelas sableng. Misalnya, dapil Jabar VI (kota Depok dan kota Bekasi) berpendudukan lebih banyak ketimbang dapil Jabar VI (kota Depok dan kota Bekasi), 3.691.500 berbanding 2.908.979, tapi jatahnya dikitan, 6 berbanding 9 kursi. Atau dapil Sulsel I berpendudukan banyakan daripada dapil Sulsel II, 3.326.769 berbanding 3.266.087, dapatnya dikitan, 8 berbanding 9 kursi. Agaknya, asas one person one vote one food pijakannya MK Indonesia.

Tapi gimana ya? Di Indonesia itu alam gaib ikut sablengan menyihir MK. Dalam Putusan Nomor 96/PUU-X/2012 disebutkan, bahwa MK sudah memutuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim tanggal 27/05/2013, Senin legi, berwukukan Medangkungan, berwatakan suka ngerecokin orang lain dan demen berbohong.

Sementara itu, fatwanya disemburkan dalam sidang pleno MK terbuka untuk umum pada hari Kamis Pahing, tanggal 05/09/2013, berwukukan kurantil, berwatakan tidak baik hatinya dan selalu ingin memiliki barang. Naga-naganya satu isyarat, bahwa alokasi kursi dapil itu maksudnya adalah alokasi harta benda palakan Akil.

Mungkin karena itu, sesuai wangsit, hasil Seninnya Rapat Pemusyawaratan Hakim ketemu Kemisnya pengucapan fatwa adalah bikin malu.

Barangkali, ada kelalaian buat slametan dengan sesajen Senin berupa nasi punar, lauknya ayam wiring kuning digoreng dan jenang abang serta sesajen Kemis berupa nasi tumpeng berlaukan ayam blirik dipecel. Akibatnya, Mahkamah Konstitusi maujud jadi Mahkamah Kontaminasi, merestui para pembuat UU jadi pembekuk UU. [tts]


Tags: , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami