Terawangan cepat capres batal Rhoma Irama

Merdeka.com, 21 Mei 2014

http://www.merdeka.com/khas/terawangan-cepat-capres-batal-rhoma-irama-kolom-sableng.html
 

Kolom Sableng

Reporter: Pipit Kartawidjaja

 

Catatan: Cetak miring adalah judul-judul lagu Rhoma Irama.

Merdeka.com-logo2Merdeka.com – Dangdutan Rhoma Irama, maujud 11/12/1946, Rabu Pahing, dina ala, shio Anjing, bintang Sagitarius, cocok jadi pendeta atau paranormal, adalah ramalan “Suratan” alur “Romantika” dan “Roda Kehidupan”-nya. Agaknya, “Anjing dan Sampah” gaiban identitasnya sebagai shio Anjing.

Seusai “Kutunggu”, bukan hal “Tak Terduga” dan bikin “Terkesima” si “Tukang Ramal”, jika PKB “Terpaksa” minta “Raja Dangdut” bersikap realistis, menyusul batalnya maju sebagai capres PKB.

Ujar Ketua DPP PKB Marwan Jafar 27/4/2014, Rhoma bukanlah faktor utama pendongkrak suara PKB hingga jadi 5 besar dalam pemilu berdasarkan hasil hitung cepat.

Lewat “Tabir Kepalsuan”, PKB nyaranin “Raja Dangdut” agar “Jaga Diri” demi “Harga Diri”, “Jangan Menghayal” nyapres. “Renungkanlah”. Alasan “Sedingin Salju” ini “Haram” dipahami PKB “Ingkar” ber-“Lain Lubuk Lain Kepala”.

Oleh Rhoma Irama, alasan itu “Kurasa” satu “Kesesatan” dan “Nyanyian Setan”.
Pencapresannya pra pemilu jelas “Ada Udang Di Balik Batu” dan “Nilai Sehat” PKB ber-“Pemilu”. “Aduhai”, dangdutannya, “Apa Salahku”.

Sebenarnya, dia orang “Boleh Saja” nyapres. Tidak „Aneh Tapi Nyata“. Itu „Hak Azasi“ warganegara Republik Demokratis. Di tanah Jerman misalnya, lokasi studi bantingan DPR, warganegaranya dihasut berpolitik, preventifan dini terhadap otoriterianisme. Karyawan swasta dan negara, pun pegawai negara, berhak cuti pendidikan politik, sepekan per tahun.

Politik dipahami sebagai tetek bengaknya kehidupan bernegara, perlu partisipasi publik, gak mesti berpartai atau merebut kekuasaan. Maka misalnya, pendidikan politiknya para siswa/i pun enteng, menghitung alokasi kursi parlemen atau partai hasil pemilu sebagai gaiban politik dalam matematika klas 2 SMP. Atau, ngomongin nama jalan, angkot dan masa depan (peluang memperoleh ketrampilan, pekerjaan dsb). Alasan: eksekutif dan legislatif hasil pemilu itu pembuat/pemutus policy.

Politik di alam gaib Anglo Saxon, tritunggalnya polity-policy-politics. Bernuansa mirip bangsa Aria.

Alhasil, politik praktis dan ilmiahnya wangsa Paria adalah „Kemilau Cinta di Langit Jingga“. Politik maujud jadi „Buah Duri Neraka“ dan „Bencana“, sarat „Rantai-Rantai Derita“. „Habis Gelap Terbitlah Terang“-nya „Masa Depan“ adalah „Bisnis“-nya Satrio Piningit, „Pria Idaman“.

Sebenarnya, asal syarat alam kasunyatan terpenuhi, sah saja bila „Satria Bergitar“ ogah „Di Rumah Sadja“ atau ng-„Gelandangan“ ber-„Euphoria“ nyapres „Menggapai Matahari“.

Dan „Pucuk Dicinta“ bagi PKB, maujud 23/7/1998, Kamis Wage, shio Macan, „Pasangan“-nya Anjing „Yang seolah Mutiara Hidupku“. Dan „Pertemuan“ Rabu dengan Kamis, tentrem/bahagia.

Wajar, kala itu PKB „Persetan“ dan „Buta Tuli“ sama muslihatan „Garis Pemisah“ pemimpin muslim non-muslim Jokowi – Ahok Yang mungkin men-„Derita Di Balik Tawa“.

Juga, PKB „Membisu“, kala Rhoma Stress, tergagap „Syahdu“, dikilik „Djangan Kau Marah“ oleh ngeborannya Mata Najwa Metro TV, „Penasaran“ ngajak „Berkelana“ menguak „Tabir Biru“ APBN dan BBM. Barangkali segan „Baca“, fokusnya „Joget“ dan „Viva Dangdut“. Padahal, „Asmara“ APBN itu „Ku Sayang Padamu“-nya „Gali Lubang Tutup Lubang“, „Judi“, „Rupiah“, „Banyak Utang“ atau „Uang“.

Kala itu, „Kita Adalah Satu“ slogan „Semanis Madu“ PKB dan „Satria Bergitar“. „Deritaku Deritamu“ dan „Hatimu Hatiku“. Cuma, kalau nyapres, ganjalan tersukar itu Republik „Indonesia“, shio Ayam, tapi „Djangan Dekati Aku“ dan „Biarkan Aku Pergi“, sebab „Api dan Lautan“-nya Anjing.

Secara realistis, Sebuah Pengorbanan bagi PKB. Agar „Tiada Lagi badai“ dalam „Cinta Segitiga“, perlulah „Begadang“ bersesajenannya „RajaDangdut“, PKB dan Republik „Indonesia“.

Dalam satu soal, PKB “Tak Berdaya”: Pilpres 2014 amat tergantung pada pasnya capres sama cawapres. Secara realistis, Raja Dangdut bisa kepilih, asal dalam “Persaingan” pilpres, perlu “Sip-Sipan Bedue”, “Berbulan Madu”, “Colak Colek”, bersetel “Nada-Nada Rindu” sama cawapres shio sejolian. Bukan “Camelia” atau “Jamilah”, tapi Inul, maujud 21/1/1979, Minggu Legi, shio Kuda, “Pasangan”-nya Anjing dan Rabu “Teman”-an Minggu, tentrem. Cuma, Inul “Hamba Nafsu” goyang ngebor dan “Dilarang Melarang”.

Agaknya, meski PKB “Tak Tega”, “Takkan Lagi”-nya “Raja Dangdut” ber-Inul, asal Pasuruan basis massa PKB, adalah “Lingkaran Setan”. Selama goyang ngebor Inul “Hmm…mm..Sedap”, PKB bukanlah “Insan Yang Rugi”. Tapi, jika Inul “Tersesat”, “Enggak Sanggup” menahan “Jeritan Hati” buat ngelunasi “Dendam” saat “Raja Dangdut” berkampanye nyapres, maka “Musibah” bisa realistis, macam “Malapetaka” amblasnya basis massa PKB oleh goyang ngebor “Sya La La” Porongan.

Alhasil, PKB mesti „Bebas“ dari „Derita“ produk „Raja Dangdut“, walau „Langitpun Berduka“.
Buah pembatalan PKB itu, biar „Nasibku“ jadi „Sebujur Bangkai“ dan „Puing-Puing“ capres, tapi bagi „Satria Bergitar“, tokh merupakan „Kenangan Indah“, bikin „Tak Dapat Tidur“, mata „Pedih“, „Nggak Kedip-Kedip“ dan „Sampai Pagi“.


Tags: , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami