Pemilu Serentak Tak Untungkan Masyakarat

IndonesiaRayaNews.com, 21 November 2013

http://indonesiarayanews.com/read/2013/11/21/88705/pemilu-serentak-tak-untungkan-masyakarat-
 

Politik & Keamanan

Irman Robiawan

@IRNewscom | Jakarta: WAKIL Ketua Komisi II DPR Hakam Naja mengatakan wacana pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah, legislatif dan presiden secara serentak tidak menguntungkan masyarakat, karena jika pemilu dilakukan berbarengan cenderung menghasilkan kekuasaan lebih luas bagi Presiden terpilih.

indonesiaraya-logo“Pemilihan legislatif harus terpisah dengan eksekutif. Itu pun karena, jika terpisah, dapat menjadi pilihan untuk masyarakat. Misalnya, katakan saja, masyarakat merasa salah pilih di Pemilu Legislatif, mereka dapat mendapatkan kesempatan lagi untuk memilih yang benar di Pemilu Presiden,” kata dia setelah diskusi bertema “Demokrasi Rakyat vs Demokrasi Voting” di Jakarta, Kamis (21/11).

Menurutnya, alasan efektivitas, dan penguatan sistem presidensial sebagai dasar dilakukannya pemilu serentak tidak begitu relevan dalam konteks pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Pemilu yang dilakukan serentak, kata dia, memang membuat masyarakat dapat merasa lebih yakin dalam memilih wakilnya di legislatif dan eksekutif. Namun, kata Hakam, jika hal tersebut terjadi, sistem pemerintahan yang nantinya akan lahir, dan kekuasaan yang dimiliki Presiden, dikhawatirkan akan bersifat totaliter karena dikuasai sejumlah partai saja.

“Agar pemimpin eksekutif tidak menjadi ‘totaliter’. Initinya dia (pemimpin eksekutif) berkuasa tapi tetap ada kontrol,” ujar dia.

Pemilu yang serentak antara legislatif dan eksekutif juga dikhawatirkan melahirkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang “memble” dan tidak kritis terhadap kebijakan Presiden. Itu terjadi jika masyarakat memilih eksekutif dan legislatif yang berasal dari satu partai saja.

“Bagaiamana jika parlemennya hanya jadi ‘tukang stempel’ semua? Kita butuhkan parlemen yang kritis dan bagus,” ujarnya.

Dia tidak sependapat jika, sikap antara DPR dan Presiden selama ini memunculkan wacana sistem presidensial yang melemah dan lebih cenderung beralih sistem parlementer.

Lagipula, menurut dia, contoh sistem pemerintahan di negara demokrasi lain seperti Amerika Serikat telah membuktikan peranan parlemen dan Presiden yang bersebrangan membuat pemerintahan lebih efektif.

Presiden AS Barack Obama berasal dari Partai Demokrat, sedangkan politisi partai lainnya, dari Republik, tetap memberi pengaruh di parlemen dan menjalankan fungsi pengawasan yang kuat terhadap Presiden.

Namun, berbeda dengan Hakam, pengamat masalah pemerintahan Pipit Rochijat Kartawidjaja, sebelumnya, mengatakan tradisi politik di Indonesia lebih mirip dengan negara-negara Amerika Latin dibandingkan dengan AS.

Maka dari itu, Pipit menyarankan pemilu anggota legislatif dan pilpres dilakukan serentak, agar dapat menghasilkan suara mayoritas untuk hanya dua atau tiga partai di parlemen.

“Presiden akan benar-benar terpilih dari rakyat dan akan berpengaruh pada pemilihan anggota dewan,” ujarnya Hal tersebut akan menghasilan efektifnya jajaran pemerintahan yang terpilih setelah pemilu. Begitu juga dengan suara yang terkumpul di legislatif, dapat meminimalisasi ketersinggungan saat pembuatan kebijakan pemerintah. [ant/fir]


Tags: , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami