Diduga MK sudah punya putusan sebelum sidang ambang batas PT

Batakpos-online.com, 21 Januari 2009

Batakpos-logoMahkamah Konsitusi (MK) diduga telah memiliki  keputusan sebelum sidang diperkarakan, hal itu terkait gugatan ambang batas Parliamentary Threshold (PT) yang disidangkan Kamis (22/1).

Pernyataan itu disampaikan  Koordinator kerja uji materi PT, Ratna Esther Tobing usai sidang.
Menurut Ratna, pernyataan Ketua Hakim, Abdul Mukhtie Fajar yang mengatakan sebaiknya sidang dipercepat dan Anda dapat kembali bekerja untuk memperoleh suara lebih dari ambang batas PT 2,5 persen bak keputusan sebelum keputusan. “Pernyataan itu kan seperti memberitahu,  MK akan memutuskan apa,” tandas Ratna.

Pernyataan itu diakui Ratna sangat tidak etis, dan membuat kecewa hati parpol serta pihak  yang mengharapkan keputusan keadilan atas gugatan itu. “Ada apa dengan pernyataan ketua hakim seperti itu,” ucap Ratna

Sidang gugatan PT UU pemilu, merupakan kali kedua setelah sidang pertama kali pekan lalu. Kali ini sidang tersebut mendengarkan keterangan dari pemerintah, DPR RI dan saksi ahli.

Dalam keterangannya, Pipit Rochiyat Kartawidjaja sebagai saksi ahli menjelaskan , UU Pemilu Indonesia tahun 2009 memiliki ambang batas yang berlebihan dengan angka 2,5 persen PT itu. Pasalnya,  di tingkat bawah sudah ada ambang batas di daerah pemilihan.

Menurut Pipit, ambang batas Electoral Treshold dan Parliamentary Treshold biasanya diartikan sama dan hanya dipakai salah satunya. Namun di Indonesia (UU pemilu 2009. red) hal itu dipakai dua-duanya. Sehingga menurut pakar pemilu itu, adanya ambang batas 2,5 persen tidak mewakili one person for one vote (satu orang untuk satu suara). Soalnya ada suara yang bakal hangus dan diberikan kepada partai lain yang lolos PT.

Pengajar sekaligus ahli  politik pemilu itu menuturkan, undang-undang pemilu dengan semangat menyederhanakan multi parpol dan menguatkan sistem presidensil dianggap tidak porposional. Karena presiden sebenarnya memiliki cara menguatkan posisinya sebagai pelaksana penyelenggara negara.
Misalnya dengan cara kooptasi parlemen dengan mencomot satu orang dari setiap parpol yang memiliki basis kekuatan di parlemen. Kooptasi non parpol dan koalisi jika kekuatan parpolnya tidak kuat di parlemen.

Selain itu, Pipit juga menjelaskan, adanya PT dan ET menjadi tabrakan dengan keputusan MK yang menyatakan suara terbanyak. Karena dengan calon terbanyak di salah satu provinsi tetapi tidak mampu mencapai PT maka wakilnya tidak dapat duduk di DPR RI (nasional) dan diberikan kepada partai lain. “Ini sangat tidak porposional,” tandasnya.

Ia juga mengoreksi beberapa daerah pemilihan, seperti dapil Bogor yang menyatu dengan Cianjur. Namun Pipit memaklumi ada kesulitan dalam menentukan hal itu. Pipit banyak memberikan rumusan-rumusan tentang pembagian suara dalam UU pemilu yang dianggapnya tidak sesuai dengan visi misi penyederhanaan multi parpol seperti semangat yang digaungkan sebelumnya. “Justru bicara sederhana, lebih sederhana 2004 ketimbang saat ini. Padahal aturannya saat itu belum kuat,” jelasnya.

Sementara menurut Ferry Mursyidan Baldan selaku anggota DPR dan Ketua Tim Perumus UU Pemilu, ambang batas yang di dapil itu bukan ambang batas, karena ambang batas itu, raihan kursi secara nasional. “Jadi tidak kebanyakan ambang batas” ulas Ferry Mursyidan.

Saksi pemerintah Denny Indrayana menjelaskan, adanya PT itu kebijakan yang dimiliki berdasarkan konstitusi untuk mengatur dan menyerderhanakan multi parpol.

Di tempat yang sama Direktur Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M Zein selaku pengacara pemohon mengatakan, ini bukan soal pilihan kebijakan, apakah dibolehkan pilihan kebijakan terjadi kecurangan.

Di akhir sidang, ketua hakim panelis sempat menolak saksi ahli yang diajukan pemohon. Mengingat waktu ketua hakim  menawarkan agar saksi ahli dapat memberi keterangan secara tertulis. Namun hal itu ditolak  Patra Zein, sehingga sidang dilanjutkan kembali 4 Februari dengan mendengarkan saksi ahli dari pemohon dan DPR.

Ketua Umum PKDI Roy Reining mengatakan, mengapa pemohon menolak keterangan saksi ahli secara tertulis, agar hal ini diketahui rakyat umum, bahwa terjadi sesuatu terhadap sistem yang berlaku saat ini.* jef


Tags: , , , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami