Kerbau Jokowi atau Kelinci Prabowo

Merdeka.com, 05 Juni 2014

http://www.merdeka.com/khas/kerbau-jokowi-atau-kelinci-prabowo.html 

Kolom Sableng

Reporter: Pipit Kartawidjaja

merdeka.com-logoMerdeka.com – RI maujud Jumat Legi, bisanya bahagia, makmur dan mulia, jika didampingi Rabu Legi. Sialnya, Prabowo dan Jokowi maujud Rabu Pon, cemburuan, suka berdagang dan lihai ngalap rezeki, bernuansa borjuis komprador.

Prabowo dan Jokowi mustahil berjodohan: Rabu bersua Rabu susah. Agaknya, inilah alasan “pengkhianatan” terhadap kesepakatan Batu Tulis.

Jusuf Kalla (JK) dan Hatta Rajasa (HR), persis RI, maujud Jumat Legi, ngambekan, licin mulung rezeki sebatas memenuhi kebutuhan sehari hari, beraroma marhaen. Apesnya, Jumat RI dimadu Jumat JK dan HR: melarat, marhaennya marhaen.

Maka mresiden, “tak ada yang pantas”, sabda Ki Gendheng Pamungkas (Misteri No. 578/2014). Tapi ntar dulu.

Berkat globalisasi, shio, fengshui dan bintang ndomestik. Prabowo kebalikannya Jokowi. Prabowo nan gagah tegap kekopasus-pasusan Kelinci rapuh dan trah bangsawan. Jokowi nan kurus nggemulai kesolo-soloan Kerbau perkasa dan bangsa awam, tapi mungkin sempat dikecup kerbau bule Mbah Debleng, pusaka hidup keraton Solo.

Ayam RI sejoliannya Kerbau Jokowi, tapi non-jodohnya Kelinci Prabowo. Sebab bercawapres, Kerbau Jokowi disubversipin Kuda JK, non-jodohnya Ayam RI. Sebaliknya Kelinci Prabowo dipersuasifkan Ular HR ke pasangannya, Ayam RI.

Maujudan Jokowi 21/6/1961 berangka 8, bintang kekayaan, kemujuran abadi. Sedangkan JK, maujud 15/5/1942, berangka 9, bintang ganda, berhoki di masa depan, hobi ndobelin: Jokowi mresiden gak dipantesin, nyapres diakurin, sesuai rumus pengalaman dan pengaleman (pujian).

Prabowo, maujud 17/10/1951, berangka 7, bintang kekerasan, kekasaran. Sedangkan HR, maujud 18/12/1953, berangka 3, bintang percekcokan, tabrakan. Gaibannya: revolusi total, minimal ke-Hugo-Chavez-Chavez-an.

Sesuai bintang, Gemini Jokowi itu Soekarno dan Soeharto; Taurus JK Hitler; Libra Prabowo Mahatma Gandhi dan Sagitarius HR Stalin.

Berbeda dari Mahatma Gandhi, di Kempitan Kiwa (kiri) kontrasan koboi Western, Prabowo berkeris wrangka Ladrang Surakarta, pertanda keningratannya, adalah jenis Naga Siluman, pernah ngawal Pangeran Diponegoro, tapi tuahnya bisa njegal Prabowo, bisik Empu Basuki Teguh Yuwono (Liberty No. 2551/2014). Sedangkan Jokowi wong Surokarto, kevirusan pendobelan JK: pas mau nggubernur, mlototin si kumis; pas nyapres, mesrain si kumis. Maka, cukuplah revolusi parsial: revolusi mental.

Dari rumpun hewannya, Jokowi Kerbau Gemini, mulia hatinya, suka menolong; Prabowo Kelinci Libra, perayu, pantunannya itu GERahan berINDikasi RAyuan; HR Ular Sagitarius, mantap nan kaya, rajanya harta; JK Kuda Taurus, penarik dokar beregois tinggi. Jokowi bisa stres sama JK, ruhutan paranormal Demokrat.

Belum ngicipin stres, sudah di-Tunggul Ametung-in Ken Ahok: “Prabowo lebih pantas jadi presiden ketimbang Jokowi”.

Sulit itu karapan presiden 9/7/2014, berangka 5, bintang buruk, angka tersukar dipadukan dan merugikan. Rabu Wage pula, bikin melarat dan susah bila dijodohin Rabu Ponnya Jokowi dan Prabowo.

Sesajennya rumit. Wuku Sungsang Jokowi: nasi dang-dangan, ayam dan bebek, urap dari 9 macam dedaunan. Wuku Wukir JK: nasi uduk, ayam putih dan kuluban (rebusan daun) 5 macam. Wuku Julungpujud Prabowo: nasi tumpeng, ayam merah, kuluban 9 macam. Wuku Warigagung HR: nasi uduk, bebek putih dimasak beras gurih, kuluban 5 macam.

Sayuran capres 9 dan cawapres 5 macam, alias borjuis komprador patut mewahan ketimbang marhaen. Sukar itu lauknya Jokowi, Prabowo dan JK. Perlu ayam, yang shionya RI. Bebek putih, sebutannya bebek Bali, cuma bisa dikhayal HR, sebab dalam pemilu DPR 2014, PAN gak nangkap seekor bebekpun di pulau dewata.

Ruwetnya nujuman itu, agaknya cerminan presidensialisme Nusantara. Mau niru AS, sejak 1960-an asasnya divided government (separation of power dan purpose), tapi kepleset Amerika Latinan. Sabda Eyang Detlef Nolte, parlementarisasi presidensialisme berasaskan united government (convergence of power dan purpose). “Efektifnya pemerintahan tidak hanya tergantung pada pemerintah, tetapi sangat tergantung pada kombinasi antara pemerintah dan DPR”, ujar JK 20/10/2006. Tiam-hiat-hoat (Ilmu Menotok Jalan Darah) DPRD Jakarta dirasakan Jokowi.

Presiden memang berhak berprerogatifan. Tapi, demi janji-janjinya, haruslah didukung oleh DPR. Kata JK 23/10/2006: “eksekutif merasakan sekali bagaimana susahnya menyelenggarakan negara karena kewenangan legislatif sangat besar”. Berabenya, DPR susah berkonsensus, rapatnya bertele-tele, aduan gapermen di MK Januari 2009, bikin presidensialisme gak efektif alias terpingit.

Maka macam di Brasil, biar berhak prerogatifan, presiden dipaksa ecerin pos kabinet sesuai perimbangan otot kongsian di parlemen. Wajarlah, jika Cak Imin PKB sebut Menag dari NU.

Ngutip Cabinet-Index Eyang Octavio Amorim Neto, “the less proportional the cabinet, the less satisfied the coalition partners in the legislature, and the higher the cost of ‘purchasing’ their loyalty. Such situations imply a higher cost of governing, more coordination problems, and a greater necessity of side payments to discipline the coalition. Ignoring such expectations can undermine support from within the governing coalition”, santet Eyang Carlos Pereira. Mungkin perlu pelet pamungkas, pembikin pasangan tergila-gila, harganya cuma 1,29 juta Rupiah.

Prerogatifan Presiden Brazil bisa berupa kooptasi parlemen (umpamanya merontokan lawan lewat pementerian oposisi atau nyuap para legislator produk sarat modalnya proporsional daftar terbuka suara terbanyak dalam gegeran Mensalaonya Presiden Lula) dan kooptasi non-parlemen (berzaken kabinet tapi impoten dipatukin parlemen di era redemokratisasi.

Jika abai merevisi hubungan eksekutif-legislatif dan mempermak legislatif (misalnya presiden berhak mengawasi agenda legislasian parlemen, bereferendum saat dijegal parlemen, penyetaraan jumlah komisi kerja ngimbangin kementerian, syarat keanggotaan di komisi/panitia kerja) serta membagi eksekutif ke pembuat dan pelaksana kebijakan; maka akibat amat luasnya fragmentasi kepartaian di DPR dengan non-dominannya PDIP dan Gerindra, Jokowi atau Prabowo bakal jadi Satrio Terpingit. Top-topnya blusukan sinterklasan.


Tags: , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami