Klientilisme dan korupsi

 

Merdeka.com, 3 November 2013

http://www.merdeka.com/khas/klientilisme-dan-korupsi-kolom-sableng.html 

Kolom Sableng

Reporter: Pipit Kartawidjaja

merdeka.com-logoMerdeka.com – Berdasar bisikan gaib: kang-ouw politik Amerika Latin itu ditandai oleh kentalnya klientilismenya legislator dengan pemilih. Keuntungan hubungan gaib itu umumnya cuma dinikmati oleh sebagian masyarakat. Klientilisme misalnya membikin ecek-eceknya program partai. Prioritasnya: memilih wakil dewan penghibah hoki optimal.

Juga, klientilisme di Amerika Latin melangkah sederap dengan populisme, berupa gombalan janji-janji, yang biasaya diobral kepada kubu marhaen dan kemudian direalisasikan lewat sinterklasan klas teri, tanpa memberikan peluang buat berpartisipasi secara ekonomis dan politis.

Karena di Meksiko 7 dasawarsa berada di bawah kekuasaan satu partai, yakni Partido Revolucionario Institucional (PRI), maka tercipta klientilisme hegemonial, bisik Mbah Manuel Paulus. Dalam proses demokratisasi, lalu maujud jadi klientilisme kompetitif macam misalnya di Argentina dan Venezuela, produknya persaingan antar jibunan partai. Bagaimanapun juga, peraup hoki klientilisme adalah partai-partai pemerintah.

Naga-naganya banyak parpol itu ciamik juga. Penyulitan pendirian partai macam di tanah Nusantara diduga hendak menciptakan klientilisme hegemonial.

Gancetannya klientilisme itu korupsi, bumbunya politik Amerika Latin. Dalam tempo setahun berkuasa, Presidente Dilma Rousseff mesti nyopot 7 menterinya yang ngehambalang. Tahun 2005, Presidente Lula da Silva kepaksa ndepak bos kabinet Jose Dirceu lantaran kepergok membeli suara para legislator Camara dos Deputados (DPR Brazil), demi perestuan kebijakan sosial Presidente Lula. Artinya, tanpa korupsi, selama pemerintahan Presidente Lula, 40 juta warga Brazil mustahil terbebaskan dari kemiskinan.

Karena korupsi itu bumbu, gak mengherankan, jika pemilih Meksiko Juli 2012 sudi memenangkan capres partai korup PRI. Padahal, sebelumnya Atutnya provinsi Tamaulipas dari PRI berakil mochtaran 6 juta Euro. Juga, Humberto Moreira, bos PRI, sekaligus Atutnya provinsi Coahuila, harus lengser sebab kepergok chaeri wardanaan 2 juta Euro.

Entah darimana asal buayaan itu. Kata Ki Toni Keppeler, kemerdekaan yang direbut 200 tahun lalu bukanlah pembebasan penduduk asli terhadap penakluknya, namun perceraian kaum kolonisator dari induknya. Oligarkhi bertrah Spanyol itu lalu nerapin tatanan sosial dan ekonomi negeri induk berdasar wangsit new steak old society: patron penentu nasib Hacienda (Ranch) jadi panutannya demokrasi presidensial saat ini. Jadi mayat hidup demi sang patron, yang nyinterklasan sesuka hatinya. Bisik Ki Keppeler, sebutan pegawai negerinya bukan public servant, namun Autoridades, penentu segalanya berjurus semua gue.

Akhirnya, presidensialisme di Amerika Latin cenderung ngandalin orang ketimbang lembaga dan rela dikadalin pula.

Dalam membandingkan presidensialisme dengan parlementarisme, gaiban Eyang Philip Manow membisiki, bahwa presidensialisme itu lebih rentan korupsi. Alasan: Jika partai dalam parlementarisme amat berkepentingan menjaga reputasi demi jangka panjang, maka berbeda dengan presiden, yang akibat aturan term-limits kepaksa berkekuasa berjangka pendek dan lalu latah bertangan jangkauan panjang serta sembari dinas bikin dinasti.

Terus, sistem pemilu proporsional closed-list lebih resisten terhadap korupsi. Sebabnya, demi reputasi berjangka panjang, partai mengelak mobilisasi massa lewat jurus klientil. Sebaliknya, agar terpilih demi tujuan berjangka pendek, kandidat perorangan dalam sistem mayoritas dan sistem proporsional open-list, kerap berjurus klientil.

Posisi Indonesia itu peyot. Soalnya, demokrasi Indonesia dipengaruhi alam gaib. Berkelahiran 17/8/1945, Jumat Legi, berwuku Mahanil. Wataknya: pemalas, tapi baik nafkahnya. Bernuansa korupsi, judi atau germo.

Coba kala itu jika dikit sabaran. Umpamanya diproklamirkan 19/8/1945, Minggu Pon, berwuku Prangbakat. Wataknya afdol: nafkahnya terjamin baik, suka bekerja dan kuat menderita. Ciri Entrepreneur. Dipastikan, setelah dasawarsaan merdeka, warga Singapur dan Malaysia blusukan nguli di tanah Indonesia. [tts]


Tags: , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami