Demi Minyak Kelapa Sawit: Masyarakat Adat dan Hutannya Tergusur

sancapapuana.blogspot.com, 04 Juli 2011

 

Minyak kelapa sawit memang merupakan bahan dasar multi fungsi untuk berbagai kebutuhan manusia, tetapi sawit juga menjadi penghancur kehidupan karena masyarakat adat pemilik tanah dan hutan atas warisan leluhurnya itu tergusur bersama hak-haknya.

Oleh Pietsau Amafnini

Cendrawasih 05

Burung Emas Yang Cemas Di Kota Emas

Foto: Pietsau Amafnini

Sejak beberapa tahun ini Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan (JASOIL) Tanah Papua bersama sejumlah organisasi mitra seperti FOKER-LSM Papua, Sawit Watch Indonesia, PUSAKA Foundation Jakarta, Watch Indonesia! Berlin, Rettet den Regenwald Germany, Brot für die Welt Germany dan Vereinte Evangelische Mission Germany, serta berbagai LSM pegiat lingkungan hidup dan hak masyarakat adat di Indonesia menunjukkan perhatian khusus terhadap masalah ekspansi perkebunan kelapa sawit. Hal yang saat ini sangat mendesak yakni semakin meluasnya perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Rasa keprihatinan yang mendalam bermunculan karena perluasan kebun pohon “minyak goreng” ini mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan hujan tropis seluas jutaan hektar serta penggusuran penduduk asli setempat dari tanah adat warisan leluhur mereka. Pemanasan global pun semakin mengancam kehidupan di planet bumi ini. Tetapi mengapa masih saja terjadi perluasan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia?

Marianne Klute dari Watch Indonesia! di Berlin (2008) menerangkan bahwa pada tahun-tahun belakangan ini, Indonesia menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan bersama dengan Malaysia memasok 90% dari jumlah total yang diperdagangkan di pasaran internasional. Bahkan negara Jerman terus mencatat kenaikan impor minyak kelapa sawit yang hampir mencapai satu juta ton per tahun pada tahun 2008. Namun, anehnya orang Jerman sendiri tidak pernah membayangkan betapa penderitaan orang-orang adat pemilik hutan di Indonesia yang tergusur dari tanah dan hutan adat mereka karena minyak sawit. Masyarakat Uni Eropa juga tidak semuanya pernah melihat bagaimana bentuk pohon kelapa sawit. Tentu banyak dampak negatif yang dipicu oleh perkebunan sawit. Oleh karena itu, untuk menghindari dampak-dampak negatif dari produksi minyak kelapa sawit, diperlukan adanya kriteria-kriteria yang menjamin produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Kriteria-kriteria tersebut harus berlaku secara global, memperhatikan aspek sosial dan ramah lingkungan, sehingga dapat menjadi acuan dalam penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan, sebagai bahan bakar atau dalam industri-industri kimia. Masyarakat dunia internasional di negara-negara maju memang sangat membutuhkan minyak sawit, tetapi jangan sampai menghancurkan hutan hujan tropis dan kehidupan masyarakat adat yang masih bergantung pada hutan sebagai sumber penghidupannya.

„Penggunaan terbanyak minyak kelapa sawit terdapat dalam industri pangan. Sebagian besar bahan-bahan makanan di pasar swalayan – mulai dari margarin sampai pizza siap saji–mengandung minyak kelapa sawit, yang dalam daftar kandungan biasanya disamarkan dengan nama minyak nabati. Bahkan saat membeli lipstik, sabun cuci, susu indomilk, keju dan berbagai kosmetik, banyak konsumen yang tidak sadar, bahwa semua itu mengandung minyak kelapa sawit. Di samping itu, minyak kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik atau diolah menjadi biodiesel untuk kendaraan“, kata Marianne Klute ketika berkunjung di Manokwari, Papua Barat pada 2009.

Sawit memang merusak karena banyak dampak negatifnya, ketimbang manfaatnya. Tetapi selalu saja diminati masyarakat di seluruh dunia, karena multi fungsi. Sayangnya, banyak masyarakat adat pemilik tanah dan hutan di negara berkembang seperti di Indonesia, tergusur dan kehilangan segala-galanya. Minyak nabati menjadi harapan baru di zaman ini dan masa depan. Dalam tigapuluh tahun terakhir, jumlah konsumsi minyak nabati di seluruh dunia meningkat tiga kali lipat. Diantara komoditas utama minyak nabati, minyak kelapa sawit jauh meraih tingkat pertumbuhan paling tinggi: produksinya mencapai hingga sepuluh kali lipat, sehingga besarnya jumlah konsumsi minyak kelapa sawit diantara minyak nabati lainnya telah mencapai 34% yang tadinya hanya 11%. Bahkan kalau produksi minyak biji sawit ikut dihitung, maka besarnya mencapai 38%. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari daging buah kelapa sawit itu sendiri atau dari perasan biji sawitnya yang disebut dengan minyak biji sawit.

Salah satu sebab meningkatnya pemakaian minyak kelapa sawit adalah karena kegunaannya yang sangat beragam. Mulai dari penggunaannya untuk kebutuhan rumah tangga seperti minyak goreng dan lemak, sampai penggunaannya dalam produk-produk industri seperti margarin, kue-kue kering, gula-gula, produk sereal, delikates dan mayones. Lebih lanjut, minyak kelapa sawit dipakai dalam industri-industri kimia untuk memproduksi cat, sabun, sabun cuci, produk-produk farmasi, minyak hidrolis dan minyak pelumas hingga penggunaannya sebagai bahan bakar. Pada pembangkit tenaga listrik yang digerakkan oleh bahan bakar minyak nabati, maka tergantung dari modelnya, ada minyak kelapa sawit yang dapat digunakan langsung tanpa perlu melakukan banyak perubahan teknis. Namun untuk kendaraan yang mengunakan biodiesel, sebagai bahan bakarnya, maka minyak kelapa sawit karena sifat kimianya hanya dapat dipakai dalam jumlah kecil saja di dalam biodiesel.

Sekitar 71% dari minyak kelapa sawit dan minyak biji sawit dipergunakan dalam produksi bahan-bahan makanan, 24% untuk memproduksi barang kebutuhan sehari-hari seperti sabun, kosmetik, lilin dan sebagainya, dan sisanya 5% digunakan untuk menghasilkan energi. Di negara-negara Uni Eropa besarnya tingkat penggunaan minyak kelapa sawit untuk keperluan industri berjumlah sekitar 45 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah rata-rata penggunaan minyak kelapa sawit untuk keperluan industri dari negara-negara di luar Uni Eropa. Demikian juga Cina dan negara-negara Asia Tenggara mencatat penggunaan minyak kelapa sawit dalam industri sebesar 35 persen. Sedangkan di India dan di Timur Tengah, minyak kelapa sawit terutama hanya digunakan sebagai bahan pangan. Lebih dari separuh impor dunia masuk ke negara-negara seperti Cina, India, Uni Eropa dan Pakistan. Cina dan India masing-masing mengimpor minyak kelapa sawit sebesar 6,3 juta ton dan 7,6 juta ton (2010/2011), melebihi angka impor untuk 27 negara-negara Uni Eropa yang hanya berjumlah 5,4 juta ton. Sejak tahun 2003 angka impor ke negara-negara tersebut terus naik melampaui angka impor ke negara-negara Uni Eropa.

Pada tahun 2008 tercatat sekitar 1,5 juta petani kecil di Indonesia yang menanam kelapa sawit dalam lahannya yang rata-rata hanya seluas 2 hektar. Sebagai perbandingan, besarnya lahan yang dimiliki para pengusaha besar perkebunan dapat mencapai lebih dari 200.000 hektar. Sejumlah pemilik modal utama dari perusahaan-perusahaan kelapa sawit tersebut terhitung sebagai orang-orang terkaya di Indonesia. LSM-LSM Lingkungan Hidup di Indonesia seperti SAWIT WATCH, WALHI, TELAPAK, JASOIL TANAH PAPUA dan FOKER LSM PAPUA selalu menuding dan bersikap tegas bahwa perusahaan-perusahaan raksasa baik lokal maupun asing yang merupakan motor penghancur dari semakin meluasnya lahan perkebunan di Indonesia. Sayangnya, pemerintah Indonesia dan juga perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit selalu mengkampanyekan SAWIT sebagai HUTAN MASA DEPAN yang menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat adat setempat dan juga seluruh umat manusia. Mengapa? Konon katanya sawit bisa menyerap karbon terkait program REDD+ untuk iklim global, selain sebagai bahan dasar multi fungsi untuk makanan, minuman, kosmetik hingga bahan bakar untuk kendaraan bermotor.***

Koordinator JASOIL Tanah Papua


Tags: , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami