Mampukah Mampukah Fauzi Bowo Redam Isu Kemerdekaan Papua di Jerman?

Kompasiana, 24 September 2013

http://politik.kompasiana.com/2013/09/24/mampukah-fauzi-bowo-redam-isu-kemerdekaan-papua-di-jerman-595496.html

Penulis: oknum atas nama Ratu Adil

Logo_kompasianaMembaca judul di atas, sebagian besar orang akan bertanya-tanya “Apa hubungannya wacana Kemerdekaan Papua dengan Fauzi Bowo? Terlebih dengan Jerman?”

Nanti akan saya ceritakan disini. Namun yang jelas pemerintah dan para pengambil keputusan di negara ini mengetahui pasti kenapa Fauzi Bowo ditunjuk menjadi Duta Besar RI untuk Jerman. Ada alasan yang lebih besar yang ingin saya beberkan disini, karena saya pikir ini informasi yang selayaknya diketahui seluruh rakyat Indonesia. Sebab jika salah langkah, republik ini bisa kehilangan Papua Barat.

Mungkin ada yang lanjut bertanya, “Fauzi Bowo bukannya seorang spesialis tata kota, bagaimana dia bisa membantu pemerintah meredam isu Kemerdekaan Papua? Alih profesi?” ujarnya.

Saya rasa kurang tepat kalau dikatakan alih profesi. Dalam cara pandang yang netral, saya bisa katakan bahwa Fauzi Bowo didaulat oleh pemerintah untuk mengembangkan ‘bakat tersembunyi’ dari tokoh yang akrab disapa Foke ini.

Apakah bakatnya itu?

Adalah jaringan dan kemampuan lobi tingkat tinggi dari seorang Foke jawabannya. Selama memerintah di DKI Jakarta, tidak diragukan luas jaringan dan kemampuan lobi Fauzi Bowo. Terlepas dari perdebatan soal sukses tidaknya dia memerintah dan membangun DKI Jakarta, namun kemampuan Fauzi Bowo membentuk jaringan melalui lobi harus diakui hebat.

Masih ingat Foke berhasil menyatukan seluruh kekuatan politik di DKI Jakarta untuk menjadikan kandidat Gubernur DKI dari Partai Keadilan sebagai musuh bersama. Hampir terulang di Pemilukada DKI 2012, meski akhirnya kalah oleh vote masyarakat, namun tidak kalah di level atas.

Macet memang tidak dibereskan oleh Foke, namun keamanan DKI Jakarta bagus di masa jabatannya. Apalagi kalau melihat banyaknya aksi penembakan di ruang publik. Banyak lagi aksi brutal di ruang publik, yang menunjukkan ‘keberhasilan’ Fauzi Bowo mendamaikan berbagai kepentingan kelompok di DKI Jakarta.

Intinya, dalam penilaian netral, saya kira Fauzi Bowo benar memiliki kemampuan membangun jaringan melalui lobi-lobi (diplomasi). Sekali lagi, meskipun ia gagal dalam mengurus kemacetan.

“Oke, katakanlah benar Fauzi Bowo handal dalam melobi dan membentuk jaringan, lantas apa hubungannya dengan Jerman? Ada masalah apa di Jerman sampai pemerintah harus menunjuk Fauzi Bowo?” tanya teman saya melanjutkan.

Sedikit yang menyadari bakat tersembunyi Fauzi Bowo di bidang diplomasi dan berjaringan, maka sedikit pula yang menyadari adanya ancaman separatis yang tengah dihadapi pemerintah. Ia bermarkas di Jerman. Sama seperti markas sejumlah gerakan ‘makar’ (saya pinjam term Orde Baru) yang bermarkas di Jerman. Mulai dari gerakan Sri Bintang Pamungkas (Partai Uni Demokrasi Indonesia/PUDI) hingga pembebasan Timor Timur pada masa pemerintahan Habibie.

Meski gerakan dihembuskan dari Jerman, namun tidak dapat seketika dikatakan bahwa Jerman ingin mengacak-acak Indonesia. Kelompok yang mengambil keuntungan dari terkoyak-koyaknya republik ini, dengan menghembuskan separatisme berbungkus ‘Keadilan Distribusi’ atau ‘Kebebasan’ lebih besar dari sekedar negara atau Jerman. Mereka adalah orang-orang yang ingin menguasai sumber daya alam mana pun yang vital bagi kebutuhan industri global, termasuk Indonesia sebagai sasarannya.

Seperti bungkus ‘Perang Melawan Tiran’ pada pendudukan kawasan Teluk (Irak, kuwait), juga bungkus ‘Semi di Arab’ pada pendudukan Tunisia, Libya dan Mesir. Pada intinya adalah penguasaan minyak mentah dan gas bumi. Ketika ‘revolusi’ terjadi, semua dibungkus dengan perjuangan humanisme, kesejahteraan, kezaliman dan banyak lainnya, namun solusinya selalu pembebasan wilayah, baik dengan cara pendudukan atau memerdekakan diri.

Tidak berbeda, hal yang sama terjadi pada kemerdekaan Timor Timur atau Timor Leste. Ada kepentingan pembangunan industri minyak dan gas di Celah Timor di balik kemerdekaan Timor Leste. Sebelum memerdekakan diri, migas di Celah Timor tidak dieksplorasi. Setelah kemerdekaan terjadi, hanya selang beberapa tahun, kini perusahaan-perusahaan raksasa minyak AS, Eropa dan Australia ramai-ramai partisipasi dalam pembangunan industri migas di Celah Timor.

Serupa juga, kemerdekaan Papua juga sejatinya merupakan politik penguasaan emas se-gunung yang saat ini dikuasai Freeport.

Orang-orang yang skeptis dan apatis tentu menganggap ini hanya sekedar wacana konspirasi semata (dalam konotasi negatif). Namun jika dilihat dari sudut pandang ‘Siapa yang mengambil keuntungan dari peristiwa-peristiwa itu?’ terlihat adanya korelasi yang jelas antara penguasaan sumber daya dengan gerakan perjuangan pembebasan dan kemanusiaan.

Saya tidak mengatakan para pejuang itu berkomplot dengan para pendananya yang mengambil keuntungan itu. Namun saya bisa katakan bahwa para penguasa industri energi dan mineral global pasti mengambil peran dalam setiap gerakan kemerdekaan suatu negara atau kelompok, perang saudara, perang 2 negara.

Saya yakin, sejumlah peperangan, pemberontakan, perang sipil dan separatisme di kawasan Timur Tengah merupakan agenda penguasaan minyak. Begitu pula dengan Tunisia, Mesir dan Libya untuk penguasaan jalur gas.

Tak luput, Indonesia yang menjadi salah satu area dengan sumber daya minyak, gas dan mineral yang besar, juga disasar. Mungkin itu pula kenapa masalah etnis, agama, kelompok hingga separatis terus bermunculan. Agar kawasan Asia Tenggara, dimana Indonesia berpeluang menjadi penguasa ekonomi area ini, bercerai-berai.

“Dari manakah semua ini berasal?”

Habibie sangat mengetahui bahwa Jerman adalah salah satu pusat gerakan-gerakan makar dan separatis di Indonesia. Habibie, adalah orang yang besar juga di Jerman, memiliki jaringan disana. Namun saat ia memerintah sebagai Presiden RI, Timor Leste lepas. Ia tahu, hembusan-hembusan isu yang bergerak di kalangan aktivis dalam dan luar negeri yang mendukung kemerdekaan Timor Timor berasal dari Jerman, yang juga menjadi asal muasal gerakan makar Sri Bintang Pamungkas beberapa tahun sebelumnya.

Organisasi bernama Watch Indonesia! disebut-sebut sebagai kelompok yang menjadi ‘kendaraan’ bagi para penguasa energi dan mineral global untuk menciptakan kekisruhan hingga mendorong separatisme di Indonesia.

Tak hanya gerakan Sri Bintang Pamungkas dengan PUDI-nya dan Timor Leste, wacana pembebasan Papua Barat juga menjadi salah satu wacana yang hingga saat ini terus dikampanyekan oleh Watch Indonesia!.

Organisasi ini sebetulnya merupakan sebuah kelompok cendekiawan Jerman dan Indonesia yang berbungkus isu kemanusiaan dan demokrasi. Namun pada praktiknya, wacana-wacana yang dihembuskan oleh organisasi ini menghasilkan gerakan-gerakan yang menggoyang pemerintahan hingga separatisme di Indonesia.

Konon, Budiman Sudjatmiko pernah aktif dalam kegiatan Watch Indonesia! dan keluar dari organisasi ini karena mengetahui adanya agenda penguasaan sumber daya alam di Indonesia.

Informasi yang saya terima, Watch Indonesia! kini mulai merasuk dalam tubuh organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di kawasan Eropa. Jerman, sebagai salah satu negara kuat di Eropa, juga dikabarkan telah terinfeksi oleh Watch Indonesia!.

Kenapa PPI menjadi sasaran mereka?

Menurut kesimpulan analis intelijen global (tidak bisa saya sebutkan namanya di sini) PPI sebagai organisasi intelektual Indonesia di luar negeri dipersiapkan menjadi alat untuk menghembuskan kritikan keras kepada pemerintah Indonesia.

Tujuannya jelas untuk mendorong kisruh di dalam negeri serta melemahkan posisi tawar pemerintah Indonesia di ajang diplomasi internasional. Apalagi jika mengandung isu pelanggaran HAM, kemanusiaan atau ketidakadilan. Para penguasa energi dan mineral global dapat dengan mudah mendesak PBB atau konsorsium negara barat untuk ‘mengancam’ Indonesia.

Sementara di dalam negeri, secara paralel muncul kembali wacana pembebasan Papua Barat. Tak hanya wacana, juga kontak/konflik fisik.

Dunia politik sudah menyadari bahwa isu Papua Merdeka akan bergejolak cukup panas. Namun sedikit yang menyadari, ada peran Watch Indonesia! dari Jerman yang bergerak dan mencoba melakukan inflitrasi ke para cendekiawan pelajar di kawasan Eropa.

Pemerintah Indonesia termasuk diantara yang menyadari adanya potensi gejolak panas di Papua Barat. Juga menyadari bahwa Watch Indonesia! yang beroperasi di Jerman cukup aktif mempersiapkan wacana-wacana kemerdekaan Papua Barat.

Dalam analisa terhadap dunia pergerakan dikatakan, setelah memasuki fase penyebaran ‘Ide’, selanjutnya adalah mendorong gerakan kaum intelektual. Aktivitas kelompok intelektual diharapkan menjadi motor bagi terbentuknya organisasi-organisasi yang didanai oleh dana-dana siluman (mirip seperti mencairnya dana-dana gelap kepada LSM-LSM pada masa perjuangan menjatuhkan Orde Baru). Terakhir adalah gerakan massa (masyarakat).

Wacana Kemerdekaan Papua Barat saat ini baru memasuki fase akuisisi kelompok intelektual atau cendikiawan. Untuk mengantisipasi dan mencegah semakin besarnya gerakan ini, pemerintah menyiapkan sebuah langkah diplomasi dan lobi untuk mencegah penyebaran wacana pada kelompok intelektual di luar negeri, khususnya Eropa yang sedang disasar Watch Indonesia!.

Habibie sendirian, meski ia sudah mendapat status Warga Negara Kehormatan Jerman tak mampu membendung peningkatan aktivitas Watch Indonesia!. Padahal Habibie termasuk salah satu pentolan dalam organisasi PPI. Rupanya itu pun tidak cukup.

Pemerintah Indonesia merasa perlu mengirimkan bantuan bagi upaya diplomasi dan lobi membendung wacana Papua Merdeka yang digadang Watch Indonesia! dan mulai merasuki kaum intelektual Indonesia di luar negeri.

Adalah Fauzi Bowo yang diharapkan dapat membantu proses diplomasi dan lobi tersebut. Mantan Gubernur DKI yang jalur pendidikannya dibangun di negara Jerman, juga cukup memiliki jaringan di kalangan intelektual Indonesia di Jerman.

Tak heran, Habibie langsung menyambut baik pilihan pemerintah pada Fauzi Bowo sebagai kandidat Duta Besar RI untuk Jerman. Habibie melihat untuk membangun hubungan yang lebih baik antara Indonesia dan Jerman, khususnya di tengah potensi bergejolaknya wacana Papua Merdeka dari Watch Indonesia! yang beroperasi di Jerman, diperlukan dukungan diplomasi dan lobi dari orang yang dibesarkan dan mengenal kelompok-kelompok di Jerman secara emosional.

Ironis memang, Fauzi Bowo yang menisbatkan dirinya pada ilmu Tata Kota, kini mengemban tugas diplomasi dan lobi di Jerman. Namun saya kira, tugas ini jauh lebih berat daripada tugasnya ketika memerintah DKI Jakarta.

Mampukah Fauzi Bowo membantu upaya meredam wacana Papua Merdeka dalam tugas barunya sebagai Duta Besar RI di Jerman?

Saya kira, tugas menjaga Papua dari wacana dan gerakan Papua Merdeka bukanlah tugas Fauzi Bowo sendirian. Ini adalah tugas seluruh warga negara Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Karena tanpa kesatuan seluruh elemen bangsa Indonesia, Papua mungkin akan bernasib sama dengan Timor Leste. Merdeka lalu menjadi daerah perahan penguasa industri energi dan mineral global.

Mungkin keluarga Rothschild ikut serta dalam upaya penguasaan Papua Barat.

Merekalah yang mungkin sedang dihadapi Habibie dan Fauzi Bowo di Jerman.

Mari kita simak kelanjutannya.


Tags: , , , , , , , , , ,


Share

Aksi!


Hutan Hujan Bukan Minyak Sawit



Petisi



Menyusul kami